Kepastian hukum merupakan pertanyaan yang hanya bisa dijawab secara normatif, bukan sosiologis. Kepastian hukum secara normatif adalah ketika suatu peraturan dibuat dan diundangkan secara nyata dan berisi ketentuan yang jelas dan logis. Jelas dalam artian tidak menimbulkan keragu-raguan (multi-tafsir) dan logis dalam artian ia menjadi suatu rangkaian di dalam sistem norma hukum sehingga tidak berbenturan dengan peraturan lain dan menimbulkan konflik norma. Konflik norma yang ditimbulkan dari ketidakpastian suatu peraturan perundang-undangan hadir dalam bentuk kontestasi norma, reduksi norma atau distorsi norma.

Asumsi dominan dalam studi hukum beranggapan bahwa kepastian hukum merupakan keadaan dimana perilaku manusia, baik individu, kelompok, maupun organisasi, terikat dan sejalan dengan apa yang sudah digariskan oleh aturan hukum. Secara etis, padangan seperti ini lahir dari kekhawatiran yang dahulu kala pernah dilontarkan oleh Thomas Hobbes bahwa manusia adalah serigala bagi manusia lainnya (homo hominilupus). Manusia adalah makhluk beringas yang membawa ancaman bagi ketertiban umum. Sehingga, untuk menciptakan ketertiban diperlukan hukum yang bisa mengendalikan keberingasan manusia itu. Perilaku manusia harus sesuai dengan apa yang sudah diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan. Dengan kata lain, perilaku manusia secara sosiologis merupakan refleksi dari perilaku yang dibayangkan dalam pikiran pembuat aturan.

Perkembangan pemikiran manusia modern yang disangga oleh rasionalisme yang dikumandangkan Rene Descarte (cogito ergo sum), fundamentalisme mekanika yang dikabarkan oleh Isaac Newton serta empirisme kuantitatif yang digemakan oleh Francis Bacon menjadikan sekomponen manusia di Eropa menjadi orbit dari peradaban baru. Pengaruh pemikiran mereka terhadap hukum pada abad XIX nampak dalam pendekatan law and order (hukum dan ketertiban). Salah satu pandangan dalam hukum ini mengibaratkan bahwa antara hukum yang normatif (peraturan) dapat dimuati ketertiban yang bermakna sosiologis. Sejak saat itu, manusia menjadi komponen dari hukum berbentuk mesin yang rasional dan terukur secara kuantitatif dari hukuman-hukum yang terjadi karena pelanggarannya.

Pandangan mekanika dalam hukum tidak hanya menghilangkan kemanusiaan dihadapan hukum dengan menggantikan manusia sebagai sekrup, mor atau gerigi, tetapi juga menjauhkan antara apa yang ada dalam idealitas aturan hukum dengan realitas yang ada dalam masyarakat. Idealitas aturan hukum tidak selalu menjadi fiksi yang berguna dan benar, demikian pula dengan realitas perilaku sosial masyarakat tidak selalu mengganggu tanpa ada aturan hukum sebelumnya. Ternyata law and order menyisakan kesenjangan antara tertib hukum dengan ketertiban sosial. Law and order kemudian hanya cukup untuk the order of law, bukan the order by the law (ctt: law dalam pengertian peraturan/legal).

Jadi kepastian hukum adalah kepastian aturan hukum, bukan kepastian tindakan terhadap atau tindakan yang sesuai dengan aturan hukum. Karena frasa kepastian hukum tidak mampu menggambarkan kepastian perilaku terhadap hukum secara benar-benar. Demikian juga dengan mekanika Newton. Bahkan Mekanika Newton pun sudah dua kali dihantukkan dalam perkembangan ilmu alam itu sendiri, yaitu Teori Relativitas dari Einstein dan Fisika Kuantum.

Yance Arizona

29 thoughts on “Apa itu Kepastian Hukum?

  1. Jadi kepastian hukum adalah kepastian aturan hukum, bukan kepastian tindakan terhadap atau tindakan yang sesuai dengan aturan hukum..stlh membc tulisan bung Yance scr seksama gw jd bingung..kok bisa2nya Beliau sampe punya kesimpulan spt itu ttg kepastian hukum..antara kesimpulan dg uraian tulisan yang disampaikan kyk-nya sih gak nyambung tuh..ato mgkin krn gw yg guoblok shgga gak mampu membaca tulisan bung Yance..buat sj tulisan yg lbh sederhana dg kasus-2 yg kongkrit ato up to date..jd gak usah muluk-2 lah..yg justru orang spt sy ini malah dibikin bingung stlh membaca tulisan tsb diatas..seharusnya mnrt gw tindakan yang sesuai dengan aturan hukum itu termasuk kepastian hukum jg yaitu untuk menegakkan hukum hrs berdasarkan hukum plus keadilan..idealnya sih spt itu..jika terjadi benturan antara kepastian hukum dan keadilan..mk keadilanlah yg diutamakan. trims.

  2. Bung Ganaldo..
    Terimakasih sudah berkomentar. Saya hanya ingin mengajak untuk memikirkan, bahwa selama ini soal Kepastian Hukum itu selalu dikaitkan dengan tindakan yang tidak bisa ditawar-tawar atau suatu keharusan sikap. Apapun aturannya (baik atau buruk), setiap orang harus patuh. Padahal, kepatuhan itu bukanlah murni soal hukum atau aturan, tetapi hal yang berkaitan dengan psikologi, seperti juga soal kesadaran hukum.

    Saya tidak menolak adanya kepatuhan hukum dan kesadaran hukum. Tetapi, kepatuhan dan kesadaran itu perlu ada karena suatu alasan atas hukum yang “benar”. Lalu apa hukum yang benar itu? adalah hukum yang dimuati dengan keadilan. Sama seperti anda, yang utama adalah keadilan, bila dia berbenturan dengan kepastian hukum.

    Tidak sedikit aturan hukum itu yang diskriminatif, misalkan perda-perda yang memposisikan perempuan keluar malam sebagai PSK. Atau aturan yang manipulatif seperti UU Pemilu kita yang baru. Bagaiimana respons terhadap peraturan yang diskriminatif itu? beberapa kalangan mengajukan pengujian peraturan perundang-undangan baik ke MK atau MA. Hal itu setidaknya menambahkan argumentasi bahwa aturan hukum tidak selalu “benar” dan dapat “dilawan”, tujuannya adalah agar hukum memberikan manfaat sosial dan keadilan.

    Salam kenal ya. Senang berdiskusi dengan anda

    1. hepeng mangatur nagaraon..
      itu yang paling tepat untuk hukum di indonesia…
      mana kepastian & perlindungan untuk rakyat miskin di indonesia ha…
      kenapa hukum malah menindas kaum yang lemah…
      maaf kepada aparatur negara.,tapi itu realita

  3. kepastian hukum itu sesuatu keadilan yang tidak pasti hihihihihihihi

    Hahaha… Kalau begitu, Keadilan itu sesuatu kepastian hukum yang tidak adil, ya Mas.
    Lebih bingung, kan?

  4. kepastisn hukum itu auatu aturan yang telah ditetapkan dan memiliki kepastian salam mencapai sasarannya…..tpi kok peraturan dibuat untuk dilanggar yah….

  5. kepastisn hukum itu auatu aturan yang telah ditetapkan dan memiliki kepastian salam mencapai sasarannya…..tpi kok peraturan dibuat untuk dilanggar yah….dapat dikatakan pasti sesuai logika yang dipake.

    Saya pikir tidak ada peraturan yang dibuat untuk dilanggar. Itu seolah anekdot yang menaruh curiga terhadap instansi pelaksana dan penegak hukum. Sudah umum juga kita dengar. Pelanggaran hukum yang anda maksud itu berada pada domain pelaksanaan dan penegakan hukum yang bernuansa sosial dan psikologis, bukan pada peraturan hukum yang normatif. Karena berada pada aspek sosial dan psikologis, maka hal itu terkait dengan kepatuhan hukum dan kesadaran hukum baik individu maupun kelompok. Tidak jarang pada aras ini hukum sering berbenturan dan dikalahkan oleh kepentingan pribadi, terutama oleh orang yang memiliki kuasa dan modal.

  6. membahas tentang kepastian hukum, maka tidak akan terlepas dari dua hal, aturan formal yang disusun dan pelaksaannya oleh para penegak hukum itu sendiri.
    dari tulisan saudara, saya mendapat kesan bahwa anda mengenyampingkan peranan pendekatan psikologis hukum. menurut hemat saya, apabila kita berbicara tentang “barang langka” yang bernama Kepastian hukum, maka kita tidak bisa lepas dari persoalan pelaksanaan produk hukum yang telah menjadi suatu aturan formal oleh para penegak hukum. dalam artian, tatanan idelita akan sulit ditemukan ketika kita masuk pada ranah realita.
    Kepastian hukum yang termaktub dalam sebuah aturan adalah merupakan cita-cita hukum, yang akan dipatahkan oleh kenyataan lapangan, karena perbenturan kepentingan yang tak terelakkan atau bahkan kesengajaan ditimbulkan oleh pihak-pihak yang punya legalitas dalam hal ini, sehingga konflik interest yang muncul inilah yang selalu membangunkan mimpi-mimpi indah hukum untuk wujudkan keadilan ditengah masyarakat.
    tidak dapat kita pungkiri memang, dalam hal penyusunan produk hukum di Indonesia sudah ada gejala-gejala (bahakan telah banyak bukti) ketimpangan substansi rasa keadilan itu sendiri. satu hal yang tidak dapat dinafikan oleh siapapun juga, bahwa produk hukum kita adalah hasil negosiasi politik yang sarat kepentingan kelompok dan golongan. kepastian hukum yang bermuara pada keadilan hukum di Indonesai akan sulit diwujudkan, selama para elit poltik dan para penegak hukum masih memandang demokrasi masih sebagai sebuah metoda atau formulasi yang tepat buat mengembangkan sayap kekuasaan.
    karena itu, kenapa kita tidak mencoba bicara tentang prilaku penegak hukum dulu, baru setelah itu melangkah pada agenda yang lebih besar, yaitu penggarapan produk hukum yang terlepas dari pragmatisme kepentingan.

    Terimakasih atas komentar panjangnya Sanak.
    Yang perlu dikhawatirkan adalah menjadikan manusia kehilangan aspek psikologisnya karena hukum (dalam arti UU) secara pasti menentukan tingkah laku manusia sehari-hari. Konsisten terhadap kepastian hukum yang mekanis tentu membuat sulit membedakan antara manusia dan mesin. Saya bahkan tidak percaya hukum bisa semekanis itu, oleh karena itulah terma “Kepastian Hukum” yang dikenakan terhadap perilaku manusia harus ditolak. Kepastian hukum didorong sebagai sesuatu yang normatif, itu yang saya maksud. Dan lagi, tidak ada yang bisa memberikan kepastian selain Allah SWT. Betul tidak?
    Dalam aspek sosiologis, termasuk psikologis terhadap hukum, saya pikir tidak ada sesuatu yang pasti. Karena manusia terlalu kompleks untuk dikuantifikasi dan diukur kesadarannya. Usaha untuk mengkuantifikasi aspek psikologis manusia itu bahkan akan mendapatkan penentangan dari masyarakat. Kita lihat bagaimana respons banyak kalangan yang menolak RUU Pornografi karena RUU Pornografi mencoba mengatur aspek psikologis seksual dalam tolak ukur, “dapat membangkitkan hasrat seksual” (lihat definisi Pornografi dalam RUU Pornografi versi September 08).
    Bahwa tindakan aparat penegak hukum harus sesuai dengan mekanisme yang diatur dalam UU, dalam beberapa hal adalah benar. Bukankah itu yang kita lakukan bersama-sama selama ini, supaya ada suatu standarisasi perlakuan yang adil dan memberikan manfaat bagi masyarakat banyak.
    Menerapkan peraturan perundang-undangan secara pasti juga bisa menjadi suatu tindakan represif kepada masyarakat. Hal itu dikatakan represif bila ketentuan UU yang diterapkan sudah bersifat tidak adil di dalam dirinya sendiri. Misalkan Pasal 50 ayat (3) huruf k UU No. 41/1999 tentang Kehutanan (Setiap orang dilarang: membawa alat-alat yang lazim digunakan untuk menebang, memotong, atau membelah pohon di dalam kawasan hutan tanpa izin pejabat yang berwenang) pelanggaran terhadap ketentuan itu diancam dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000. Ketentuan itu bila diterapkan secara konsisten dan mekanis, maka akan ada jutaan masyarakat di dalam dan disekitar kawasan hutan mendapatkan hukuman, hanya karena membawa kapak atau parang menuju ladangnya yang harus ditempuh melalui kawasan hutan.
    Saya sepakat bahwa perilaku penegak hukum harus dibenahi, tapi tidak dilakukan dengan memaksa penegak hukum menerapkan perundang-undangan yang tidak adil atas dasar “kepastian hukum.”

    1. hukum yg pelajari secara teori itu benar,,
      tapi pelaksanaannya tidak
      itulah fenomena Hukum…
      apa bila kepastian dilaksanakan,kemana keadilan akan di berikan,,,??

  7. Kepastian hukum kalo gak salah merupakan salah satu.. unsur penegakan hukum.. Penegakan hukum memiliki tiga unsur kepastian.. kemanfaaatan dan keadilan.. jadi menurut sy dalam penegakan hukum ketiga unsur tersebut harus terpenuhi secara proposional..

    selan itu.. perwujudan kepatian hukum hanya menciptakaan ketertiban. tidak menciptakan ketenagan hidup.. Sedangkan tujuan hukum “kedamaian hidup” hanya dapat di cipatakan jika ada ketertiban dan ketenangan.. Ketenangan hanya dapat diciptakan jika ada kesebandingan hukum.. Jadi menurut sy dalam pencapain tujuan hukum tidak hanya melihat demi Kepastian Hukum.. Berapa banyak koruptor dihukum ringan hanya demi kepastian hukum.. tapi nilai kesebandingannya tidak ada (dari pemikiran dari bacaan suryono soekamto)

    Ilham,
    Saya sepakat dengan saudara. Terkadang, kepastian hukum yang bersifat formal itu enggan bergelut dengan susbtansi keadilan yang sejatinya hendak dicapai oleh hukum. Kasus Ibu Minah yang dihukum karena mengambil 3 bibit Kakao di Banyumas serta kasus Prita Mulyasari menunjukkan bahwa kepastian hukum dalam arti bahwa suatu peraturan yang sudah dibuat harus diterapkan dengan ketat, bisa lari jauh dari keadilan..

  8. utk smw yg brkomentar :
    jgn memandangan hukum dgn sebelah mata’ kalian pikir org yg terjun ke dunia hukum adalah sembarangan org ?mereka adalah org”pilihan, saya hargai pendapat pendapat kalian namun, saran saya luangkan waktu anda untuk memahami apa itu hukum’saya yakin setelah itu sodara” dpt mengerti mngapa hukum di Indonesia ini kadang adil dan kadang tdk adil..
    By stendy

  9. kepastisn hukum membuat aturan yang telah baku dan memiliki kekuatan pasti untuk mencapai sasarannya…..tpi peraturan dibuat untuk dilanggar tuh,biasa hukum di atas air..sekarang dibuat besuk hilang

  10. yang saya tanyakan adalah…jadi apakah ada perbedaan antara kepastian hukum dengan keadilan??
    karena ada doktrin yang mengatakan “kepastian hukum tertinggi adalah ketidak adilan tertinggi”..
    thanks

  11. ada asas hukum yang mengatakan demikian,”jika tidak ada kepastian maka bukan hukum (ubi ius incertum, ibu ius nullum) asas ini mendasari pada mashab positifisme, dan han kelsenpun mengatakan demikian, namun kepastian hukum jangan diartikan demikian tau menurut asas tadi, karena ada asas yang mengatakan lebih kurang seperti ini jika ada kata yang salah mohon diperbaiki,.mihi lex esge von videtur, quae justa non fuerel ( yang artinya segala sesuatu yang tidak adil itu bukan Hukum ),.ketika kita bersandar kepada pemikiran radbruch, penegakan hukum itu harus melihat tiga pondasi pokok yaitu filsafat, sosilogis, yuridis dan ketiga hal itu sama dengan (sesuai urutanya, keadilan, manfaat dan, kepastian hukum), juka kita selalu bertolak dari pemikiran kepastian hukum itu apa yang dimuat dalam undang-undang itu sesuatu hal yang imperatif, itu sangat menyesatkan sekali dan keliru, karena hukum juga ada yang fakultatif sifatnya. munculnya berbagai asas dalam penegakan hukum seperti diskresi, oportunitas maupun deponer, itupun juga merupakan suatu hal yang bertolak belakang dengan pemikiran hukum dalam arti undang-undang yang harus disesuaikan isi atau substansinya dalam tataran praktis. kesimpulanya pemahaman tentang kepastian hukum merupakan hal yang memang perlu dirubah, bahwa kepastian hukum itupun tidak pernah terlepas dari unsur-unsur kemanfaatan maupun keadilan bagi seluruh indonesia ( sila ke 5 pancasila)…..mohon maaf jika banyak salah dalam komentar saya..

  12. mana yang lebih di utamakan keadilan, kepastian, atau kemanfaatan ?
    saya minta pendapat teman-teman..

  13. Kepastian hukum secara normatif adalah ketika suatu peraturan dibuat dan diundangkan secara pasti karena mengatur secara jelas dan logis. Jelas dalam artian tidak menimbulkan keragu-raguan (multi-tafsir) dan logis dalam artian ia menjadi suatu sistem norma dengan norma lain sehingga tidak berbenturan atau menimbulkan konflik norma.

    pak, boleh tau ini kepastian hukum menurut siapa ? Terimakasih

  14. jika membahas prihal kepastian hukum haruslah jelas penilaian berdasarkan kasus perkasus, perundang undangan atau yang lainya . karena secara umum dalam dunia hukum antara keadilan ,kepastian dan kemanfaatan itu harus berjalan seiringan karena itu merupakan tujuan dari pada hukum jika salah satu tidak ada maka cita- cita hukum tidak akan pernah terwujud . tentu hal ini akan berakibat tidak baik dan pada akhirnya akan mengkambing hitamkan hukum itu sendiri .

Leave a comment