Hak Asasi Manusia:

Dari Revolusi Menuju Deklarasi

Revolusi Perancis menjadi titik pijak bagi banyak perkembangan sosial di Eropa yang kemudian mendunia. Revolusi Perancis lah yang meruntuhkan Feodalisme secara simbolis di Eropa dan memutus hubungan hukum masyarakat baru dengan dominasi Gereja. Kejadian ini membawa pengaruh penting pada diskursus tentang Negara, Hukum, Konstitusionalisme dan Hak Asasi Manusia.

Mengganti Feodalisme

Atas nama Revolusi Perancis, Kepala Louis XVI dipenggal dan dipertontonkan. Kekejaman yang menandakan “kematian” feodalisme di Perancis sampai hari ini. Karena berniat menghapus kerajaan, maka sebagai suatu organisasi masyarakat, negara dipilih sebagai suatu bentuk baru yang akan memayungi semua kepentingan individu dan kelas yang sudah ada di dalam masyarakat.

Negara menjadi organisasi yang menjalankan kedaulatan politik masyarakat dengan berlandaskan kepada kesepakatan-kesepakatan masyarakat (volonte generale) yang dibadankan ke dalam hukum tertulis yang tertinggi, yaitu Konstitusi. Pada konstitusilah diletakkan hak-hak masyarakat yang bersifat asasi, juga pada konstitusi diletakkan apa yang boleh dilakukan oleh Pemerintah. Pada pola ini teori kontrak sosial dari Rousseau menampakkan dirinya.

Pemerintah ada untuk melayani masyarakat. Proses sosial dan ekonomi dilaksanakan oleh sistem sosial di masyarakat yang sudah ada sebelum revolusi bergulir. Sekali lagi, Negara hanya memastikan bahwa proses sosial itu berjalan dengan mekanismenya sendiri, termasuk mekanisme pasar yang telah ada. Dari sini juga lahir konsep “negara penjaga malam” atau (nachtwachterstaat)

Konsep negara penjaga malam adalah konsep yang memastikan hak-hak individu dalam masyarakat terlaksana menurut mekanisme sosialnya. Negara hanya akan campur tangan bila proses sosial itu menimbulkan gejolak sosial dan lari dari relnya. Negaralah yang mengembalikan agar proses sosial itu berlangsung kembali sebagaimana mestinya.

Di sini terdapat perbedaan antara Revolusi Perancis dengan Revolusi Inggris (1688). Revolusi Inggris yang melahirkan Bill Of Rights berlangsung pada tataran borjuasi yang mengurangi peran Raja, tetapi Kerajaan masih tetap dipertahankan sampai detik ini. Revolusi Perancis menggantinya secara total, tetapi dengan tetap memberikan posisi baru yang lebih baik kepada para borjuis tuan tanah. Peranan besar borjuis tuan tanah yang kemudian mendapatkan posisi sentral di era globalisasi sekarang berkaca pada keberhasilan dalam Revolusi Perancis tersebut. Kuatnya Trans National Corporation (TNC) dan Multinational Corporation (MNC) di hadapan pemerintahan dan rakyat sudah ditanam pada masa itu.

Kebencian terhadap Tirani Raja karena mengekang kemerdekaan individu adalah sebab utama mengapa Revolusi Perancis muncul. Di mulai dengan pergerakan dari Penjara Bastile, para tawanan meluapkan kebebasan berekspresinya secara individual, bukan kelompok atau perjuangan kelas.

Selain menggantikan Kerajaan menjadi Negara, Revolusi Perancis juga menyumbang kepada kemerosotan pengaruh agama pada pemerintahan dan pemikiran. Revolusi memberi inspirasi bagi kodifikasi hukum yang dilakukan dibawah komando Napoleon Bonaparte dua dekade setelah revolusi. Pada masa kepemimpinan Bonaparte dibangun bank dan Universitas Perancis, sistem administrasi dan peradilan yang lebih tertata. Kitab Undang-undang yang disusun kemudian dikenal dengan sebutanan Code Napoleon.

Memutus Hukum Alam

Salah satu substansi yang moderat dari kodifikasi hukum itu adalah “persamaan kedudukan di hadapan hukum” yang menghapus keistimewaan karena asal usul dan kelahiran dari sistem feodal. Doktrin Primus interpares dan kharismatis dikikis dengan filsafat yang lebih rasional. Hal ini membuktikan pengaruh filsafat Rasionalisme Descartes. Descartes pun adalah filsuf matematikawan yang terkenal dengan ungkapannya cogito ergo sum (aku berpikir, maka aku ada) yang menempatkan manusia sebagai sentral dari peradaban manusia. Pandangan Descartes dalam perkembangan filsafat adalah kontribusi besar yang menolak keberadaan hukum alam.

Bila dalam hukum alam, setiap hubungan-hubungan berbentuk hak adalah dimiliki oleh Tuhan atau wujud tertinggi di dalam komunitas, sedangkan masyarakat atau hamba tuhan adalah sebagai pengembang kewajiban sebagaimana digariskan dalam kitab-kitab agama. Dalam rasionalisme yang bersentral kepada manusia, hubungan-hubungan hukum berbentuk hak dan kewajiban diproduksi oleh manusia itu sendiri, bukan oleh wahyu. Cara manusia membuat hak-hak itu adalah dengan mengaturnya di dalam hukum. Kedudukan yang tertinggi dalam hukum adalah konstitusi yang lahir dari kontrak sosial masyarakat.

Tiga Generasi HAM Menuju DUHAM

Semangat dari Revolusi Perancis adalah semangat politik yang bersentral pada kekuasaan, bukan pada perjuangan kelas untuk tuntutan ekonomi, sosial dan budaya. Bahkan Tocqueville mencatat bahwa keadaan perekonomian masyarakat Perancis pada masa itu masih lebih baik bila dibandingkan dengan masyarakat Eropa pada umumnya. Hal ini menguatkan anggapan bahwa Revolusi Perancis hanya bergerak dalam tatanan Hak Sipil dan Politik. Sentralisasi Hak Sipil dan Politik inilah yang menurut Manfred Nowak merupakan HAM pada generasi pertama.

Pengutamaan HAM sebagai Hak Sipil dan Politik inilah yang dalam tataran pemikiran dan gerakan dikritik oleh negara-negara dari Eropa Timur. Sebagaimana yang sudah digerakkan lewat Revolusi Bolshevik yang mengganti Kekaisaran Tzar menjadi Negara Uni Soviet dibawah kuasa Vladimir Ilyich Ulyanov alias Lenin. Semangat dari Revolusi Bolshevik adalah sosialisme untuk pemerataan aspek produksi masyarakat yang integratif dengan negara. Jadi dikotomi antara negara dengan masyarakat yang diwariskan dari Revolusi Perancis dibantah di Uni Soviet. Negara dalam pandangan ini adalah organisasi yang melakukan pemerataan dan hak-hak individu dinaikkan menjadi hak negara. HAM generasi kedua ini mengutamakan aspek ekonomi, sosial dan budaya sebagaimana dapat dilihat di dalam Konstusi negara-negara Eropa Timur.

HAM generasi ketiga lahir dari perkembangan perjuangan kemerdekaan di Afrika dari kolonialisme negara-negara Eropa. Titik sentral dari perjuangan HAM periode ini adalah hak untuk menentukan nasib sendiri, hak untuk merdeka dari penjajahan.

Sampai pada perang dunia kedua, positivisasi HAM baru sampai pada konstitusi yang dibuat dalam negara-negara merdeka. Baru pada tahun 1948 disepakati Universal Declaration of HUman Rights (UDHR) atau Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) sebagai suatu kesepakan politik negara-negara untuk menjunjung HAM dalam hubungan antar negara. DUHAM hadir sebagai respons atas kekejaman NAZI dalam perang dunia kedua yang membantai sekitar 6 juta orang Yahudi (genocida). Holocaust itu mengetuk hati bangsa-bangsa untuk melakukan refleksi penghargaan terhadap kemanusiaan serta menapaki pengahargaan kemanusiaan yang sudah diinstrumentalisasi dalam hukum nasional menjadi suatu kesepakatan internasional.

Tepat pada 10 Desember 1948 DUHAM ditandatangani oleh pimpinan negara-negara. DUHAM merupakan suatu kesepakatan politik yang disepakati oleh negara-negara dan beranjak dari asumsi generalisasi kebebasan (liberalisme) individual dalam semangat Eropa. Untuk itulah dalam penunjukan subjek pengemban hak digunakan frasa “everyone” yang berkonotasi pada maksud setiap orang sebagai individu. Sehingga terjadi dilema terhadap hak-hak yang melekat pada manusia sebagai komunitas misalkan masyarakat adat atau indigenous people.

DUHAM juga hadir sebagai klaim “universalitas,” yang mendekati hukum moral yang dimiliki oleh semua bangsa, tetapi DUHAM sedari awal sudah disadari sebagai konsep politik yang hadir dari reaksi terhadap perang dunia kedua yang melihat negara sebagai ancaman pelanggaran HAM seperti NAZI, sehingga negaralah yang mesti bersepakat dan menjadi pihak yang bertanggungjawab dalam pemenuhan dan penegakan HAM.

Daftar Bacaan

  1. Ahmad, Qasim. Eropah Modern: Arus Sosiopolitik dan Pemerintahan,.
  2. Rousseau, Jean-Jacques. Perihal Kontrak Sosial atau Prinsip-prinsip Hukum Politik, diterjemahkan oleh Ida Sundari Husen dan Rahayu Hidayat, Dian Rakyat, Jakarta, 1989.
  3. Nowak, Manfred. Pengantar Pada Rezim HAM Internasional, Pustaka Hak Asasi Manusia Raoul Wallenberg Institute.
  4. Hart, Michael. H. 100 Tokoh Paling Berpengaruh Sepanjang Masa, Karisma Publishing Group, Batam Center, 2005.

Sumber gambar:

3 thoughts on “Dari Revolusi Menuju Deklarasi

  1. Yesterday, while I was at work, my cousin stole
    my apple ipad and tested to see if it can survive a 30 foot drop, just so she can be a youtube sensation.
    My iPad is now destroyed and she has 83 views. I know this is entirely off topic but I had to share it with someone!

  2. Hi there to all, how is all, I think every one is getting more from this site, and your views are good
    in support of new users.

Leave a comment