- Esai dengan judul: Supremasi Sipil dalam Konflik dan Konsensus di Indonesia, menjadi juara Pertama dalam lomba Penulisan Esai Tingkat Mahasiswa Se-Sumatera Barat yang diselenggarakan oleh Pusat Pengembangan Ilmiah dan Penelitian Mahasiswa Universitas Negeri Padang (PPIPM-UNP), tahun 2004;
- Skripsi dengan Judul: Penafsiran Mahkamah Konstitusi Terhadap Pasal 33 UUD 1945: Perbandingan penafsiran MK dalam putusan Pengujian UU No 20 Tahun 2001 tentang Ketenagalistrikan dengan putusan Pengujian Undang-undang No 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air. Dipertahankan dalam sidang komprehensif untuk mendapatkan Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Andalas tanggal 9 Maret 2007;
- Kajian: Mahkamah Konstitusi, Pembuka Pintu Bagi Calon Perseorangan: Analisis Terhadap Metode Penafsiran MK dalam Putusan Nomor 05/PUU-V/2007 dan Fragmentasi Pencalonan. Dipublikasikan di Jurnal Konstitusi Volume 4, Nomor 4, Desember Tahun 2007; Download disini
- Kajian: Pengaturan Tindak Pidana Administrasi Dalam RKUHP: Suatu Tinjauan Awal. Dipublikasikan di website Aliansi Nasional Reformasi KUHP: http://www.reformasikuhp.org; Download disini
- Kajian: Disparitas Pengujian Peraturan Daerah: Suatu Tinjaun Normatif. Dipublikasikan dalam website Legiltas.org. Dapat dirujuk di: http://www.legalitas.org/ Download disini
- Kajian: Menyoal (kembali) Pertambangan di dalam Kawasan Hutan Lindung. Ditulis pada bulan Maret 2008. Tidak dipublikasikan; Download disini
- Kajian: Mengintip Hak Ulayat Dalam Konstitusi di Indonesia. Ditulis tanggal 19 Juni 2008. Dipublikasikan dalam website Legalitas.org. dapat dirujuk di http://www.legalitas.org/?q=content/mengintip-hak-ulayat-konstitusi-indonesia; Download disini
- Makalah: Konstitusi Dalam Intaian Neoliberalisme. Dipresentasikan pada Konferensi Warisan Otoritarianisme: Demokrasi Indonesia Di Bawah Tirani Modal. Panel Tirani Modal dan Ketatanegaraan. Kampus FISIP Universitas Indonesia, 5 Agustus 2008. Download disini
- Kajian: Tinjaun Karakter Peraturan Daerah Sumberdaya Alam. Riset dengan Perkumpulan untuk Pembaharuan Hukum Berbasis Masyarakat dan Ekologis (HuMa), sedang berlangsung.
- Bersama Nurul Firmansyah menyelesaikan Kajian terhadap Peraturan Daerah Sumatera Barat Nomor 6 Tahun 2008 tentang Tanah Ulayat dan Pemanfaatannya. Riset kerjasama Perkumpulan untuk Pembaharuan Hukum Berbasis Masyarakat dan Ekologis (HuMa) dengan QBAR, Padang. Sedang berlangsung.
Tinjau Lagi Kewenangan Mahkamah Konstitusi
Mohon pandangan bung Yance terkait soal ini.
Salam hangat.
Andreas Iswinarto
Ini adalah 2 komentar pendek di milis temu-eropa atas posting saya Menjaga MK dan KPK dari Ancaman Pengebirian, Pembunuhan!
Gua sendiri berpendapat MK ini justru harus ditinjau lagi kewenangannya. Sederhana saja: masak para hakim yang tidak dipilih rakyat ini bisa membatalkan keputusan parlemen yang dipilih rakyat. Demokrasi macam apa itu?
-Coen
Saya pikir, pendapat sdr. Coen ini benar juga.
Barangkali itu yang orang bilang Democrazy. Ya nggak?
YT Taher
Dalam posting Menjaga MK dan KPK dari Ancaman Pengebirian, Pembunuhan! saya merekomendasikan miliser untuk mencermati artikel yang ditulis Yance Arizona mengenai kajian atas putusan MK tentang Kuasa Negara atas SDA. Saya melihat artikel ini sangat relevan dengan persoalan besar yang dihadapi oleh negeri ini, yakni ancaman terhadap kontrak politik dan kontrak sosial yang bernama Konstitusi, ancaman neoliberalisme atas sendi-sendi berbangsa dan bernegara.
Dan di dalam sistim kenegaraan kita MK adalah benteng terpenting penjaga amanah konstitusi. Jangan sampai MK dikebiri dan diobok-obok! Jangan sampai MK dibunuh dalam sistem kenegaraan kita.
Atas komentar kedua kawan ini saya mempostingkan kembali respon balik sbb :
Pasal 18 UU No 24 tahun 2003 tentang MK menyebutkan (1) Hakim konstitusi diajukan masing-masing 3 (tiga) orang oleh Mahkamah Agung, 3 (tiga) orang oleh DPR, dan 3 (tiga) orang oleh Presiden, untuk ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
Memang hanya 3 orang hakim konstitusi yang dipilih oleh DPR (hasil pilihan rakyat), selebihnya 3 orang oleh Presiden (presidennya kini juga dipilih langsung oleh rakyat) dan 3 oleh MA.
Demikianlah Bung Coen, dan faktanya juga UU No 24 ini bikinan DPR hasil pilihan rakyat juga.
Bung Taher, kalau memang ini dianggap democrazy barangkali ini tidaklah totally democrazy.
Bagaimanapun juga inilah mekanisme kenegaraan yang bisa dimanfaatkan oleh rakyat untuk menghadang UU yang melanggar konstitusi, itulah yang dilakukan aliansi gerak lawan dan berbagai elemen organisasi atau individu ketika mengajukan gugatan.
Terbukti gerakan sosial atau gerakan rakyat selalu gagal menghadang UU yang ‘bermasalah’ (dan juga bertumbangan pula dalam perjalanannya menjadi caleg atau berparlemen). Tapi peluang tetap terbuka melalui mekanisme MK ini, walau mungkin kecil saja.
Ini link posting yang juga saya kirim ke milis temu_eropa
http://lenteradiatasbukit.blogspot.com/2009/07/menjaga-mk-dan-kpk-dari-ancaman.html
terima kasih banyak bung, belum berkomentar masih perlu membaca kembali. sementara berikut saya kirimkan posting coen kembali di milis merespon jawaban saya. barangkali catatan menarik dari coen adalah di satu sisi MK menjadi peluang untuk menghadang UU yang bertentangan dengan konstitusi disisi lain bisa jadi peluang pendukung rezim untuk menghadang UU yang mengusik kepentingannya.
Apakah bung Yance sempat mencermati keputusan MK membatalkan keberadaan KKR.
salam hangat
Bung Andreas,
Kekalahan gerakan sosial kan bukan menjadi alasan untuk memelihara anak macan (MK) begini. Kekalahan gerakan sosial dalam memajukan UU pro-rakyat dan ketidakmampuannya membendung UU reaksioner, itu satu soal. Tapi, keberadaan MK ini, soal lain. Siapa coba yang ngontrol MK ini, kecuali oligarki? Dan oligarki itu mmg ada di parlemen, di MA, juga di kantor kepresidenan. Juga, ketika MK membatalkan keberadaan KKR, apakah itu mnguntungkan bagi gerakan sosial?
-Coen